Kami mengalami momen perubahan yang luar biasa. Hidup itu berubah. Alam berubah secara konstan, seperti halnya kita dan tubuh kita. Tumbuhan tahu hukum perubahan, kemampuan beradaptasi dan kerja sama, tetapi kita tidak bisa mengatakan hal yang sama untuk manusia.

Selama beberapa bulan sekarang kita telah mengalami kondisi perubahan yang dipaksakan. Suatu perubahan yang dipaksakan oleh virus, oleh sesuatu di luar kehendak kita, yang mungkin memfasilitasi proses yang, atas kemauan kita sendiri, karena kemalasan dan kenyamanan yang tidak akan kita pilih untuk diri kita sendiri. 

Momen-momen yang mengatur keseimbangan kita yang biasa mengubah banyak hal-struktur, prioritas, dan bahkan nilai-nilai. Apa yang sebelumnya tampak jelas, sekarang tidak. Apa yang selalu tampak penting bagi kami, sekarang mungkin sia-sia. Jika sebelumnya pada skala nilai-nilai kita kesehatan, swasembada, solidaritas tidak di atas, sekarang mungkin mereka menaklukkan posisi baru. Akankah semua peristiwa dunia saat ini bermanfaat?

Saat ini terserah kita untuk memilih untuk melihat gelas setengah penuh atau setengah kosong.

Pada saat publikasi blog ini kita berada di musim semi, dan berkat karantina kita dikurung di rumah dengan kemungkinan untuk mengamati di internet berbagai kesaksian tentang bagaimana alam bernafas dengan cara baru.

”Ketika lalu lintas laut berkurang secara signifikan,” jelas ahli biologi Valentina Braccia, ”makhluk laut, terutama cetacea, mendapat manfaat darinya. Pencemaran suara yang disebabkan oleh kegiatan maritim, bersama dengan polusi kimiawi, merupakan salah satu ancaman utama bagi lumba-lumba dan paus. "Lalu lintas maritim di Mediterania terus meningkat." Dari 2002 hingga hari ini - garis bawahi Braccia - jumlahnya hampir dua kali lipat. Dengan tingkat pertumbuhan 3/4% per tahun ”. Keadaan darurat yang telah menghentikan banyak aktivitas manusia ini baik - setidaknya - bagi ekosistem.

Air kanal Venesia menjadi sangat jernih sehingga aliran ikan dapat diamati dengan mata telanjang. Bahkan lumba-lumba telah kembali ke pelabuhan yang sunyi di Trieste dan Cagliari di Italia, hanya babi hutan yang terlihat di pusat Sassari.

Di jalan-jalan sepi di Milan, para kelinci terlihat memiliki kembali kepemilikan habitat alami mereka. Orang-orang tidak terlihat di kota, jalanan kosong dan keheningan memerintah, sesekali dipecah oleh sirene ambulans dan beberapa mobil sporadis. 

Sementara itu, citra satelit juga menunjukkan penurunan signifikan dalam tingkat polusi selama masa karantina ini. Sebuah analisis baru, yang dirilis oleh BBC yang dilakukan oleh para peneliti dari Columbia University of New York, mengkonfirmasi bahwa tingkat polusi udara telah menurun di daerah-daerah di dunia di mana penyebaran Covid-19 adalah yang terbesar, termasuk Cina ke Italia Utara.

Foto satelit NASA dan Badan Antariksa Eropa (ESA) telah menunjukkan ini beberapa kali. Baik Cina dan Italia telah kehilangan banyak mantel abu-abu mereka, terbuat dari debu halus, karbon dioksida, dan nitrogen dioksida.

Karena blokade penerbangan dan jutaan orang yang bekerja dari rumah, emisi diperkirakan akan turun di negara-negara lain di dunia yang sekarang lebih terpengaruh oleh virus.

Meskipun orang-orang yang bekerja dari rumah cenderung menghasilkan lebih banyak menggunakan pemanas rumah dan listrik, pengendalian penumpang dan perlambatan ekonomi secara umum kemungkinan akan berdampak positif pada emisi.

Alam selalu ada di sini dan menjawab kebutuhan manusia. Satu sisi positif dari situasi ini adalah berkurangnya polusi sehingga dia menjawab dengan rasa syukur, “ini saya, saya di sini, jaga saya juga”. Siapa tahu, mungkin semua orang akan keluar dari keadaan darurat Coronavirus ini membaik, akhirnya sadar akan nilai universal kesehatan, baik untuk umat manusia maupun untuk alam juga.